Sabtu, 21 Februari 2015

"Perjuangan Klas, Bentuk Perjuangan dan Organisasinya"

Bagi kita yang sudah pernah dan terbiasa berjuang menuntut kesejahteraan di sebuah perusahaan, atau di berbagai aksi kawasan atau aksi mogok nasional sudah biasa pula bagi kita melihat keberpihakan negara (pemerintah, aparat, pengadilan, dll) terhadap klas pengusaha/pemilik modal, sebagaimana penjelasan diatas. Tetapi pernyataan ini bukanlah berarti bahwa mayoritas klas buruh sudah memahami bahwa perjuangan klas buruh juga harus melakukan perjuangan untuk merebut kekuasaan negara yang dikuasai oleh klas pemilik modal.
Gerakan kaum buruh  yang dipimpin oleh serikat buruh, biasanya hanya menekankan tentang perjuangan ekonomi, yaitu perjuangan yang hanya menuntut sebagian isu atau sebagian tuntutan klas buruh. Mayoritas klas buruh pun masih belum paham bahwa akar dari penindasan yang dialaminya saat ini akarnya bersumber dari sistem ekonomi kapitalisme yang dijalankan. Untuk memahami ini, kita harus memahami soal-soal ekonomi politik, dan sejarah perjuangan klas.
Bahwa dalam setiap masyarakat ber-klas, seperti halnya dalam masyarakat kapitalisme, pertentangan klas adalah sesuatu yang tak dapat dihindari. Sejak kapitalisme lahir (lebih dari 300 tahun lalu) pertentangan antara buruh dan pengusaha telah dimulai. Dari perlawanan sendiri-sendiri, hingga akhirnya membangun perlawanan bersama dalam sebuah organisasi sekerja yang dikenal dengan nama serikat buruh. Biasanya penindasan di tempat kerja dan “perjuangan ekonomi” di tempat kerja (perbaikan upah,kondisi kerja, dll) yang dilakukan oleh buruh di masing-masing perusahaan menjadi motor penggerak lahirnya sebuah serikat buruh di masing-masing perusahaaan. Kesadaran bahwa semakin bersatu buruh akan menjadi lebih kuat, dan adanya kesadaran sebagai sesama klas buruh,  mendorong terbangunnya persatuan-persatuan sesama buruh. Ini mendorong terbentuknya penyatuan serikat-serikat buruh sektoral (sering dikenal dengan federasi), atau persatuan serikat buruh lokal/teritorial, atau gabugannya menjadi konfederasi serikat buruh. Bahkan persatuannya terjadi hingga antar negara (federasi/konfederasi  internasional).
Sementara klas-klas tertindas lainnya: kaum tani, pedagang kecil, nelayan dan rakyat miskin lainnya, juga menghadapi penindasan yang sama seperti yang dialami klas buruh. Seperti halnya klas buruh, klas-klas ini pun berjuang hanya memperjuangkan kepentingan kaumnya. Misalnya kaum tani berjuang untuk merebut tanah yang dirampas negara (misalnya perhutani) atau oleh pemilik-pemilik modal (pengusaha tambang, hutan, perkebunan dsb), nelayan yang menuntut subsidi BBM, pedagang kecil yang menolak penggusuran atau perjuangan rakyat miskin lain dalam aksi-aksi menuntut hak-hak ekonomi sesuai dengan masing-masing kepentingan ekonomi kelompoknya. Masing-masing kelompok klas tertindas ini membangun organisasi perjuangannya masing-masing: serikat tani, nelayan, pedagang kaki lima, rakyat korban penggusuran dan lainnya.
Perjuangan ekonomi, perjuangan menuntut kesejahteraan sejatinya tidaklah akan pernah tercapai selama akar dari penindasan itu sendiri yaitu sistem ekonomi kapitalisme tidak dihapuskan. Sederhananya, kita dapat saksikan bagaimana perjuangan menuntut upah minimum yang layak setiap tahunnya terus terjadi. Karena kenaikan upah sebesar apapun akan diiringi dengan kenaikan harga dan munculnya kebutuhan-kebutuhan sosial lainnya, sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat. Kenaikan upah menjadi tidak ada artinya dibandingkan dengan kenaikan harga dan kebutuhan sosial lainnya. Demikianlah sistem kapitalisme berjalan, ia akan menyesuaikan diri atas kenaikan upah yang terjadi pada buruh. Kesejahteraan dan keadilan bagi buruh dan rakyat banyak tidak akan dapat tercipta dalam sistem ekonomi kapitalisme.
Oleh karena itu, perjuangan ekonomi atau perjuangan menuntut kesejahteraan yang telah dilakukan oleh gerakan serikat buruh haruslah dikembangkan dan menjadi sebuah perjuangan politik. Yaitu perjuangan untuk melancarkan perebutan kekuasaan politik: pemerintahan, parlemen, dan akhirnya perebutan siapa yang menguasai negara. Menggantikan penguasa negara yang sebelumnya dikuasai oleh klas pemilik modal, dengan DIRINYA SENDIRI (klas buruh dan rakyat mayoritas lainnya). Dititik inilah sebenarnya kaum buruh (dan rakyat pekerja lainnya) mulai membuat perhitungan sejati dengan klas penindasnya selama ini.
Dengan dikuasainya negara oleh buruh dan rakyat pekerja, maka berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berkebalikan dengan situasi saat ini. Sederhananya saja, ketika negara dikuasai oleh buruh maka upah buruh akan dinaikkan, tidak boleh ada PHK, jam kerja dikurangi tanpa pengurangan upah sehingga semua orang mendapatkan pekerjaan, sistem kerja kontrak dan outsourcing akan dihapuskan, seluruh kebutuhan-kebutuhan sosial (pendidikan sampai perguruan tinggi, pensiun, kesehatan: baik pencegahan maupun pengobatan, perumahan, perawatan anak, taman bacaan, internet dan sebagainya) yang semula menjadi barang dagangan (harus dibeli) dirubah menjadi hak yang harus dapat dinikmati oleh semua orang tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Seluruh sumber-sumber kekayaan alam (migas, tambang, hasil hutan dan laut) dan sektor vital untuk rakyat banyak akan menjadi milik negara rakyat pekerja. Pengusaha yang menolak dan melakukan perlawanan seperti lock-out misalnya, bukan saja berhadapan dengan negara melainkan akan berhadapan dengan rakyat. Kaum buruh pastinya, akan siap menjalankan perusahaan-perusahaan yang tidak mau dijalankan pemilik modal. Akhirnya sistem ekonomi pun secara bertahap diubah menjadi sistem ekonomi yang lebih berkeadilan sosial, berpihak ke rakyat banyak dan bukan ke segelintir orang. Sistem ini sering disebut dengan sistem sosialisme, (yang sebenarnya jika membaca sejarah perjuangan kemerdekaan dankonstitusi UUD 45 kita, sistem inilah yang menjadi cita-cita kemerdekaan: mensejahterahkan kehidupan rakyat, dan membangun keadilan sosial bagi seluruh rakyat). Semua hal yang digambarkan diatas sebenarnya sering digaungkan dengan slogan/yel-yel; “BURUH BERKUASA, RAKYAT SEJAHTERA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar