TAK selamanya kapitalisme menang.
Tengoklah Amerika Latin
yang seakan kapok dengan kapitalisme ganas. Kemenangan kembali kekuatan
keadilan sosial atau sosialisme di Venezuela, membuktikan rakyat kawasan
itu emoh dengan kapitalisme yang ganas.
Dengan kekurangan dan kelemahannya, toh Presiden Venezuela Hugo
Chavez Minggu (15/2) berhasil meraih kemenangan dalam referendum
amandemen konstitusi pembatasan masa jabatan. Kemenangan ini
memungkinkan Chavez tetap berkuasa selama dia mengalahkan
saingan-saingannya dalam pemilu di negara Amerika Latin itu.
Sejauh ini, sudah 54% pemilih menyetujui amandemen konstitusional
untuk menghapus batas jabatan presiden, gubernur, anggota parlemen dan
walikota hanya dua kali periode masa jabatan. Kini Chavez boleh
mencalonkan diri sebagai presiden dalam pemilu 2012. Chavez sudah
berkuasa sejak 1992.
Chavez yang berhaluan sosialisme demokrat itu, menyatakan
kemenangannya dihadapan ribuan pendukungnya yang memadati jalan-jalan di
sekitar istana kepresidenan. Kembang api menerangi langit Caracas.
Seorang pria berjalan di kerumunan massa membawa gambar Chavez dengan
tulisan “Selamanya”.
Dengan 94% suara referendum sudah dihitung, hasil resmi menunjukkan
amandemen konstitusi disetujui dengan suara 56% berbanding 46%. Para
pemimpin oposisi menerima hasil referendum itu.
Tibisay Lucena, Ketua Dewan Pemilihan Nasional, mengatakan, sejumlah
67% dari sekitar 16 juta pemilih memberikan suaranya dalam referendum
itu. Chavez pernah kalah dalam referendum serupa pada Desember 2007.
Amandemen konstitusional itu memungkinkan semua pejabat pemerintah
mencalonkan diri untuk dipilih kembali sebanyak yang mereka inginkan
apabila memenangi pemilu. Chavez mengajukan amandemen ini karena ingin
berkuasa lebih lama dalam misinya menjadikan Venezuela yang sungguh
sosialis. Waktu sepuluh tahun dinilai Chavez terlalu singkat.
Konon, Chavez ingin berkuasa sampai tahun 2049 kala dia berusia 95 tahun.
Dengan krisis global yang melanda Amerika Latin, termasuk Venezuela,
saat ini, Chavez tidak berani mengumumkan kebijakan baru seperti
biasanya.
Chavez hanya bertekad memerangi kejahatan dan korupsi serta
mengonsolidasikan program sosialisnya tahun ini. Harga minyak yang turun
dan perekonomian memburuk membuat manuver Chavez terbatas.
Oposisi memperingatkan, langkah Chavez untuk berulang kali mengikuti
pemilu bisa membuatnya menjadi diktator. Oposisi yang didukung gerakan
mahasiswa gagal dalam upaya mencegah Chavez yang dicap gila kekuasaan.
Gerakan mahasiswa Venezuela kini elitis dan kapitalistis, bahkan
diduga didukung Amerika, sehingga rakyat tak mendukung gerakan mahasiswa
tersebut.
Ini pelajaran berharga bagi mahasiswa Venezuela bahwa gerakan
prokapitalisme mereka ternyata dimentahkan oleh rakyat yang merindukan
keadilan sosial. Bagaimana dengan Indonesia? Pemilu mungkin bisa
menjawabnya.
Lahirnya Ekonomi KapitalismeMotivasi
teori modernisasi untuk merubah cara produksi masyarakat berkembang
sesungguhnya adalah usaha merubah cara produksi pra-kapitalis ke
kapitalis, sebagaimana negara-negara maju sudah menerapkannya untuk
ditiru. Selanjutnya dalam teori dependensi yang bertolak dari analisa
Marxis, dapat diakatakan hanyalah mengangkat kritik terhadap kapitalisme
dari skala pabrik (majikan dan buruh) ke tingkat antar negara (pusat
dan pinggiran), dengan analisis utama yang sama yaitu eksploitasi.
Demikian halnya dengan teori sistem dunia yang didasari teori
dependensi, menganalisis persoalan kapitalisme dengan satuan analisis
dunia sebagai hanya satu sistem, yaitu sistem ekonomi kapitalis
Perkembangan
kapitalisme pada negara terbelakang menjadi sebuah topik yang menarik
untuk dikaji. Gejala kapitalisme dianggap sebagai sebuah solusi untuk
melakukan pembangunan di negara terbelakang. Teori sistem dunia yang
disampaikan oleh Wallerstein merupakan keberlanjutan pemikiran Frank
dengan teori dependensinya. Pendapat Frank, Sweezy dan Wallerstein
mengacu pada model yang dikenalkan oleh Adam Smith. Menurut Smith,
pembangunan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
memiliki kesamaan dengan pembangunan produktivitas tenaga kerja.
Produktivitas tenaga kerja merupakan sebuah fungsi yang berhubungan
dengan tingkat pembagian kerja. Konsep inilah yang kemudian memunculkan
pembedaan mode produksi menjadi sektor pertanian dan manufaktur. Konsep
ini kemudian semakin berkembang dengan munculnya pembedaan desa dan kota
sebagai sebuah mode produksi yang berbeda
Inti pemikiran Smith
adalah bahwa proses produksi dan distribusi ini harus lepas dari campur
tangan pemerintah dan perdagangan bebas. Proses ekonomi hanya akan
berjalan melalui tangan-tangan tak kelihatan yang mengatur bagaimana
produksi dan distribusi kekayaan ekonomi itu berjalan secara adil.
Biarkan para pengusaha, tenaga kerja, pedagang bekerja mencari
keuntungan sendiri. Siapapun tak boleh mencampurinya, karena ekonomi
hanya bisa muncul dari perdagangan yang adil. Karenanya, pemerintah
harus menjadi penonton tak berpihak. Ia tak boleh mendukung siapapun
yang sedang menumpuk kekayaan pun yang tak lagi punya kekayaan.
Tangan-tangan yang tak kelihatan akan menunjukkan bagaimana semua
bekerja secara adil, secara fair.
Pandangan teori sistem dunia
yang menganggap dunia sebagai sebuah kesatuan sistem ekonomi kapitalis
mengharuskan negara pinggiran menjadi tergantung pada negara pusat.
Tansfer surplus dari negara pinggiran menuju negara pusat melalui
perdagangan dan ekspansi modal. Secara tidak langsung teori ini memang
mendukung pernyataan Smith yang memusatkan perhatian pada tatanan kelas.
Kenyataan yang terjadi dalam proses kapitalisme telah menimbulkan
dampak berupa pertumbuhan ekonomi yang terjadi karena arus pertukaran
barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja. Kerangka pertukaran
barang dan jasa serta spesialisasi tenaga kerja ini terwujud dalam
bentuk peningkatan produktivitas yang lebih dikenal dengan konsep
maksimalisasi keuntungan dan kompetisi pasar. Kapitalisme sebagai suatu
sistem ekonomi yang memungkinkan beberapa individu menguasai sumberdaya
vital dan menggunakannnya untuk keuntungan maksimal. Maksimimalisasi
keuntungan menyebabkan eksploitasi tenaga kerja murah, karena tenaga
kerja adalah faktor produksi yang paling mudah direkayasa dibandingkan
modal dan tanah. Lebih jauh, dalam wacana filsafat sosial misalnya,
kapitalisme dipandang secara luas tak terbatas hanya aspek ekonomi,
namun juga meliputi sisi politik, etika, maupun kultural. Kapitalisme
pada awalnya berkembang bukan melalui eksploitasi tenaga kerja murah,
melainkan eksploitasi kepada kaum petani kecil. Negara terbelakang
merupakan penghasil barang mentah terutama dalam sektor pertanian.
Kapitalisme masuk melalui sistem perdagangan yang tidak adil dimana
negara terbelakang menjual barang mentah dengan harga relatif murah
sehingga menyebabkan eksploitasi petani. Masuknya sistem ekonomi
perdagangan telah menyebabkan petani subsisten menjadi petani komersil
yang ternyata merupakan bentuk eksploitasi tenaga kerja secara tidak
langsung. Perkembangan selanjutnya telah melahirkan industri baru yang
memerlukan spesialisasi tenaga kerja. Kapitalisme yang menitikberatkan
pada spesialisasi tenaga kerja dan teknologi tinggi membutuhkan tenaga
kerja yang terampil dan menguasai teknologi. Keadaan ini sangat sulit
terwujud pada negara pinggiran. Proses ini hanya akan melahirkan tenaga
kerja kasar pada negara pinggiran, sedangkan tenaga kerja terampil
dikuasai oleh negara pusat. Ketidakberdayaan tenaga kerja pada negara
pinggiran merupakan keuntungan bagi negara pusat untuk melakukan
eksploitasi. Ekspansi kapitalisme melalui investasi modal dan teknologi
tinggi pada negara pinggiran disebabkan oleh tersedianya tenaga kerja
yang murah.
Kapitalisme yang menjalar hingga negara terbelakang
menjadikan struktur sosial di negara terbelakang juga berubah.
Kapitalisme memunculkan kelas sosial baru di negara terbelakang yaitu
kelas pemilik modal. Berkembangnya ekonomi kapitalis ini didukung oleh
sistem kekerabatan antara mereka. Kelas borjuis di negara terbelakang
juga dapat dengan mudah memanfaatkan dukungan politik dari pemerintah.
Sebagai sebuah kesatuan ekonomi dunia, asumsi Wallerstein akan adanya
perlawanan dari negara terbelakang sebagai kelas tertindas oleh negara
pusat menjadi hal yang tidak mungkin terjadi. Kapitalisme telah
menciptakan kelompok sosial borjuis di negara terbelakang yang juga
menggunakan kapitalisme untuk meningkatkan keuntungan ekonomi mereka,
sehingga sangat tidak mungkin mereka melakukan perjuangan kelas. Gagasan
Marx tentang tahapan revolusi ternyata runtuh. Marx menyatakan bahwa
negara terbelakang akan memerlukan dua tahap revolusi, yaitu revolusi
borjuis dan revolusi sosialis. Revolusi borjuis dilakukan oleh kelas
borjuis nasional untuk melawan penindasan oleh negara maju dan kemudian
baru berlanjut pada revolusi sosialis oleh kelas proletar.
Asumsi
ini runtuh karena kelas borjuis nasional ternyata tidak mampu lagi
melaksanakan tugasnya sebagai pembebas kelas proletar dari eksploitasi
kapitalisme, karena kelas borjuis nasional sendiri merupakan bentukan
dan alat kapitalisme negara maju.
Dari uraian di atas terlihat
bahwa kapitalisme yang pada awalnya hanyalah perubahan cara produksi
dari produksi untuk dipakai ke produksi untuk dijual, telah merambah
jauh jauh menjadi dibolehkannya pemilikan barang sebanyak-banyaknya,
bersama-sama juga mengembangkan individualisme, komersialisme,
liberalisasi, dan pasar bebas. Kapitalisme tidak hanya merubah cara-cara
produksi atau sistem ekonomi saja, namun bahkan memasuki segala aspek
kehidupan dan pranata dalam kehidupan masyarakat, dari hubungan antar
negara, bahkan sampai ke tingkat antar individu. Sehingga itulah, kita
mengenal tidak hanya perusahaan-perusahaan kapitalis, tapi juga struktur
masyarakat dan bentuk negara. Upaya untuk memerangi kapitalisme bukan
dengan sistem ekonomi sosialis namun dengan kemandirian ekonomi atau
swasembada.
2.2 Perspektif Sistem Ekonomi Kapitalisme2.2.1 Ciri-ciri Ekonomi Kapitalisme :
*
Pengakuan yang luas atas hak-hak pribadi dimana Pemilikan
alat-alat produksi di tangan individu dan Inidividu bebas memilih
pekerjaan/ usaha yang dipandang baik bagi dirinya.
*
Perekonomian diatur oleh mekanisme pasar dimana Pasar berfungsi
memberikan “signal” kepda produsen dan konsumen dalam bentuk
harga-harga. Campur tangan pemerintah diusahakan sekecil mungkin. “The
Invisible Hand” yang mengatur perekonomian menjadi efisien. Motif yang
menggerakkan perekonomian mencari laba
*
Manusia
dipandang sebagai mahluk homo-economicus, yang selalu mengejar
kepentingan sendiri. Paham individualisme didasarkan materialisme,
warisan zaman Yunani Kuno (disebut hedonisme).
2.2.2 Kebaikan-kebaikan Ekonomi Kapitalisme:
* Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
* Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
* Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
2.2.3 Kelemahan-kelemahan Kapitalisme
* Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
* Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara
efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak
memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).
2.2.4 Kecenderungan Bisnis dalam Kapitalisme
Perkembangan
bisnis sangat dipengaruhi oleh sistem ekonomi yang berlaku.
Kecenderungan bisnis dalam kapitalisme dewasa ini adalah: adanya
spesialisasi, adanya produksi massa, adanya perusahaan berskala besar,
adanya perkembangan penelitian.
2.3 Runtuhnya Sistem Ekonomi Kapitalisme
Dengan
kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat manusia di muka bumi,
maka isu kematian ilmu ekonomi semakin meluas di kalangan para
cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku tentang
The Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar Ibrahim
Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya.
Paul Omerod dalam buku
The Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa ahli ekonomi terjebak
pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak memiliki
kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang melanda dunia.
Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang diterapkan
kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok orang
tertentu.
Mirip dengan buku Omerod, muncul pula Umar Vadillo dari
Scotlandia yang menulis buku, ”The Ends of Economics” yang mengkritik
secara tajam ketidakadilan sistem moneter kapitalisme. Kapitalisme
justru telah melakukan ”perampokan” terhadap kekayaan negara-negara
berkembang melalui sistem moneter fiat money yang sesungguhnya adalah
riba.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat disimpulkan, bahwa
teori ekonomi telah mati karena beberapa alasan. Pertama, teori ekonomi
Barat (kapitalisme) telah menimbulkan ketidakadilan ekonomi yang sangat
dalam, khususnya karena sistem moneter yang hanya menguntungkan Barat
melalui hegemoni mata uang kertas dan sistem ribawi. Kedua, Teori
ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan masalah kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya tidak mengacu kepada
kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga ada dikotomi antara
individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori ekonominya tidak mampu
menyelaraskan hubungana antara negara-negara di dunia, terutama antara
negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima, terlalaikannya
pelestarian sumber daya alam.
Alasan-alasan inilah yang oleh
Mahbub al-Haq (1970) dianggap sebagai dosa-dosa para perencana
pembangunan kapitalis. Kesimpulan ini begitu jelas apabila pembahasan
teori ekonomi dihubungkan dengan pembangunan di negara-negara
berkembang. Sementara itu perkembangan terakhir menunjukkan bahwa
kesenjangan antara negara-negara berpendapatan tinggi dan negara-negara
berpendapatan rendah, tetap menjadi indikasi bahwa globalisasi belum
menunjukkan kinerja yang menguntungkan bagi negara miskin. (The World
Bank, 2002).
Sejalan dengan Omerod dan Vadillo, belakangan
ini muncul lagi ilmuwan ekonomi terkemuka bernama E.Stigliz, pemegang
hadiah Nobel ekonomi pada tahun 2001. Stigliz adalah Chairman Tim
Penasehat Ekonomi President Bill Clinton, Chief Ekonomi Bank Dunia dan
Guru Besar Universitas Columbia. Dalam bukunya “Globalization and
Descontents, ia mengupas dampak globalisasi dan peranan IMF (agen utama
kapitalisme) dalam mengatasi krisis ekonomi global maupun lokal. Ia
menyatakan, globalisasi tidak banyak membantu negara miskin. Akibat
globalisasi ternyata pendapatan masyarakat juga tidak meningkat di
berbagai belahan dunia. Penerapan pasar terbuka, pasar bebas,
privatisasi sebagaimana formula IMF selama ini menimbulkan
ketidakstabilan ekonomi negara sedang berkembang, bukan sebaliknya
seperti yang selama ini didengungkan barat bahwa globalisasi itu
mendatangkan manfaat.. Stigliz mengungkapkan bahwa IMF gagal dalam
misinya menciptakan stabilitas ekonomi yang stabil.
Karena
kegagalan kapitalisme itulah, maka sejak awal, Joseph Schumpeter
meragukan kapitalisme. Dalam konteks ini ia mempertanyakan, “Can
Capitalism Survive”?. No, I do not think it can. (Dapatkah kapitalisme
bertahan ?. Tidak, saya tidak berfikir bahwa kapitalisme dapat
bertahan). Selanjutnya ia mengatakan, ” Capitalism would fade away with a
resign shrug of the shoulders”,Kapitalisme akan pudar/mati dengan
terhentinya tanggung jawabnya untuk kesejahteraan (Heilbroner,1992).
Sejalan
dengan pandangan para ekonom di atas, pakar ekonomi Fritjop Chapra
dalam bukunya, The Turning Point, Science, Society and The Rising
Culture (1999) dan Ervin Laszio dalam buku 3rd Millenium, The Challenge
and The Vision (1999), mengungkapkan bahwa ekonomi konvensional
(kapitalisme) yang berlandaskan sistem ribawi, memiliki kelemahan dan
kekeliruan yang besar dalam sejumlah premisnya, terutama rasionalitas
ekonomi yang telah mengabaikan moral. Kelemahan itulah menyebabkan
ekonomi (konvensional) tidak berhasil menciptakan keadilan ekonomi dan
kesejahteraan bagi umat manusia. Yang terjadi justru sebaliknya,
ketimpangan yang semakin tajam antara negara-negara dan masyarakat yang
miskin dengan negara-negara dan masyarakat yang kaya, demikian pula
antara sesama anggota masyarakat di dalam suatu negeri. Lebih lanjut
mereka menegaskan bahwa untuk memperbaiki keadaan ini, tidak ada jalan
lain kecuali mengubah paradigma dan visi, yaitu melakukan satu titik
balik peradaban, dalam arti membangun dan mengembangkan sistem ekonomi
yang memiliki nilai dan norma yang bisa dipertanggungjawabkan.
Titik
balik peradaban versi Fritjop Chapra sangat sesuai dengan pemikiran
Kuryid Ahmad ketika memberi pengantar buku Umar Chapra, ”The Future of
Economics : An Islamic Perspective (2000), yang mengharuskan perubahan
paradigma ekonomi. Hal yang sama juga ditulis oleh Amitai Etzioni dalam
buku, ”The Moral Dimension : Toward a New Economics”(1988), yakni
kebutuhan akan paradigm shift (pergeseran paradigma) dalam ekonomi.
Sejalan
dengan pandangan para ilmuwan di atas, Critovan Buarque, ekonom dari
universitas Brazil dalam buknya, “The End of Economics” Ethics and the
Disorder of Progress (1993), melontarkan sebuah gugatan terhadap
paradigma ekonomi kapitalis yang mengabaikan nilai-nilai etika dan
sosial.
Paradigma ekonomi kapitalis tersebut telah menimbulkan
efek negatif bagi pembangunan ekonomi dunia, yang disebut Fukuyama
sebagai ”Kekacauan Dahsyat” dalam bukunya yang paling monumental, “The
End of Order”.(1997), yakni berkaitan dengan runtuhnya solidaritas
sosial dan keluarga.
Meskipun di Barat, ada upaya untuk
mewujudkan keadilan sosial, namun upaya itu gagal, karena paradigmanya
tetap didasarkan pada filsafat materialisme dan sistem ekonomi ribawi.
Kemandulan yang dihasilkan elaborasi teori dan praktek Filsuf Sosial
Amerika, John Rawis dalam buku “The Theory of Justice” (1971) yang
ditanggapi oleh Robert Nozik dalam bukunya “Anarchy, State and Utopia”
(1974), telah menjadi contoh yang mempresentasikan kegagalan teori
keadilan versi Barat.
2.4 Dampak sistem Ekonomi Kapitalisme;Studi Kasus: “Krisis Finansial Global”
Interkoneksi
sistem bisnis global yang saling terkait, membuat 'efek domino' krisis
yang berbasis di Amerika Serikat ini, dengan cepat dan mudah menyebar ke
berbagai negara di seluruh penjuru dunia. Tak terkecualikan Indonesia.
Krisis keuangan yang berawal dari krisis subprime mortgage itu
merontokkan sejumlah lembaga keuangan AS. Pemain-pemain utama Wall
Street berguguran, termasuk Lehman Brothers dan Washington Mutual, dua
bank terbesar di AS. Para investor mulai kehilangan kepercayaan,
sehingga harga-harga saham di bursa-bursa utama dunia pun rontok.
Menurut
Direktur Pelaksana IMF Dominique Strauss-Kahn di Washington, seperti
dikutip AFP belum lama ini, resesi sekarang dipicu pengeringan aliran
modal. Ia menaksir akan terdapat kerugian sekitar 1,4 triliun dolar AS
pada sistem perbankan global akibat kredit macet di sektor perumahan AS.
"Ini lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya sebesar 945 miliar dolar
AS,". Hal ini menyebabkan sistem perbankan dunia saling enggan
mengucurkan dana, sehingga aliran dana perbankan, urat nadi perekonomian
global, menjadi macet. Hasil analisis Dana Moneter Internasional (IMF)
pekan lalu mengingatkan, krisis perbankan memiliki kekuatan yang lebih
besar untuk menyebabkan resesi. Penurunan pertumbuhan setidaknya dua
kuartal berturut-turut sudah bisa disebut sebagai resesi.
Sederet
bank di Eropa juga telah menjadi korban, sehingga pemerintah di Eropa
harus turun tangan menolong dan mengatasi masalah perbankan mereka.
Pemerintah Belgia, Luksemburg, dan Belanda menstabilkan Fortis Group
dengan menyediakan modal 11,2 miliar euro atau sekitar Rp155,8 triliun
untuk meningkatkan solvabilitas dan likuiditasnya. Fortis, bank terbesar
kedua di Belanda dan perusahaan swasta terbesar di Belgia, memiliki
85.000 pegawai di seluruh dunia dan beroperasi di 31 negara, termasuk
Indonesia. Ketiga pemerintah itu memiliki 49 persen saham Fortis. Fortis
akan menjual kepemilikannya di ABN AMRO yang dibelinya tahun lalu
kepada pesaingnya, ING. Pemerintah Jerman dan konsorsium perbankan, juga
berupaya menyelamatkan Bank Hypo Real Estate, bank terbesar pemberi
kredit kepemilikan rumah di Jerman. Pemerintah Jerman menyiapkan dana 35
miliar euro atau sekitar Rp486,4 triliun berupa garansi kredit. Inggris
juga tak kalah sibuk. Kementerian Keuangan Inggris, menasionalisasi
bank penyedia KPR, Bradford & Bingley, dengan menyuntikkan dana 50
miliar poundsterling atau Rp864 triliun. Pemerintah juga harus membayar
18 miliar poundsterling untuk memfasilitasi penjualan jaringan cabang
Bradford & Bingley kepada Santander, bank Spanyol yang merupakan
bank terbesar kedua di Eropa. Bradford & Bingley merupakan bank
Inggris ketiga yang terkena dampak krisis finansial AS setelah Northern
Rock dinasionalisasi Februari lalu dan HBOS yang dilego pemiliknya
kepada Lloyds TSB Group.
Dengan menggunakan analisis
“stakeholder”, kita dapat melihat bahwa krisis finansial global yang
dimulai dari AS, sesungguhnya merupakan akibat dari ketidakseimbangan
pembangunan ekonomi yang berlebihan di SEKTOR FINANSIAL dibandingkan
SEKTOR RIIL yang berakar dari system moneter buatan The Fed. Padahal
secara inheren sektor finansial ini sudah bersifat inflatif, karena
mengandalkan keuntungannya pada system riba dan bukan karena
produktivitas yang riil (yang disebabkan karena kerja, kreativitas dan
pemikiran).
Cara populer untuk mengatasi krisis ini, karenanya,
jelas dengan memberikan energi yang lebih besar pada sektor riil
sebagaimana yang pernah dilakukan Presiden AS Roosevelt bersama
penasihat ekonominya yang terkenal John Maynard Keynes untuk membangun
secara massif infrastruktur sektor riil pasca terjadinya depresi besar
di AS, di tahun 1930-an.
Secara implisit, gambaran di atas juga
menunjukkan bahwa tinggi-rendahnya dampak krisis finansial yang terjadi
di AS maupun di luar AS, sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing
pemangku kepentingan atau “stakeholders” tadi. Pemerintah di luar AS
bisa saja meminimalisir dampak krisis bila melakukan “imunisasi” atau
“proteksi” yang perlu serta mengantisipasinya dengan melakukan
pembangunan sector riil dan peningkatan kesejahteraan publik secara
massif.
2.5 Prinsip dan Akar masalah Krisis Ekonomi Kapitalis ( Krisis Finansial )Pertama,
dengan menyingkirkan emas sebagai cadangan mata uang, dan dimasukkannya
dolar sebagai pendamping mata uang dalam Perjanjian Breetonword,
setelah berakhirnya Perang Dunia II, kemudian sebagai substitusi mata
uang pada awal dekade tujuh puluhan, telah menyebabkan dolar mendominasi
perekonomian global. Akibatnya, goncangan ekonomi sekecil apapun yang
terjadi di Amerika pasti akan menjadi pukulan yang telak bagi
perekonomian negara-negara lain. Sebab, sebagian besar cadangan
devisanya, jika tidak keseluruhannya, dicover dengan dolar yang nilai
intrinsiknya tidak sebanding dengan kertas dan tulisan yang tertera di
dalamnya. Setelah euro memasuki arena pertarungan, baru negara-negara
tersebut menyimpan cadangan devisanya dengan mata uang non-dolar, meski
dolar tetap saja memiliki prosentase terbesar dalam cadangan devisa
negara-negara tersebut secara umum.
Karena itu, selama emas tidak
menjadi cadangan mata uang, maka krisis ekonomi seperti ini akan terus
terulang. Sekecil apapun krisis yang menimpa dolar, maka krisis tersebut
akan dengan segera menjalar ke perekonomian negara-negara lain. Bahkan
dampak krisis politik yang dirancang Amerika juga akan berakibat
terhadap dolar, dengan begitu juga berdampak pada dunia. Kondisi seperti
akan bisa saja menimpa uang kertas negara manapun yang mempunyai
kontrol terhadap negara lain.
Kedua, hutang-hutang riba juga
menciptakan masalah perekomian yang besar, hingga kadar hutang pokoknya
menggelembung seiring dengan waktu, sesuai dengan prosentase riba yang
diberlakukan kepadanya. Akibatnya, ketidakmampuan individu dan negara
dalam banyak kondisi menjadi perkara yang nyata. Sesuatu yang
menyebabkan terjadinya krisis pengembalian pinjaman, dan lambannya roda
perekonomian, karena ketidakmampuan sebagian besar kelas menengah dan
atas untuk mengembalikan pinjaman dan melanjutkan produksi.
Ketiga,
sistem yang digunakan di bursa dan pasar modal, yaitu jual-beli saham,
obligasi dan komoditi tanpa adanya syarat serah-terima komuditi yang
bersangkutan, bahkan bisa diperjualbelikan berkali-kali, tanpa harus
mengalihkan komoditi tersebut dari tangan pemiliknya yang asli, adalah
sistem yang batil dan menimbulkan masalah, bukan sistem yang bisa
menyelesaikan masalah, dimana naik dan turunnya transaksi terjadi tanpa
proses serah terima, bahkan tanpa adanya komiditi yang bersangkutan..
Semuanya itu memicu terjadinya spekulasi dan goncangan di pasar.
Begitulah, berbagai kerugian dan keuntungan terus terjadi melalui
berbagai cara penipuan dan manipulasi. Semuanya terus berjalan dan
berjalan, sampai terkuak dan menjadi malapetaka ekonomi.
Keempat,
perkara penting, yaitu ketidaktahuan akan fakta kepemilikan.
Kepemilikan tersebut, di mata para pemikir Timur dan Barat, adalah
kepemilikan umum yang dikuasai oleh negara, sebagaimana teori
Sosialisme-Komunisme, dan kepemilikan pribadi yang dikuasi oleh kelompok
tertentu. Negara pun tidak akan mengintervensinya sesuai dengan teori
Kapitalisme Liberal yang bertumpu pada pasar bebas, privatisasi,
ditambah dengan globalisasi.Ketidaktahuan akan fakta kepemilikan ini
memang telah dan akan menyebabkan goncangan dan masalah ekonomi. Itu
karena kepemilikan tersebut bukanlah sesuatu yang dikuasai oleh negara
atau kelompok tertentu, melainkan ada tiga macam:
*
Kepemilikan umum, meliputi semua sumber, baik yang keras, cair maupun
gas, seperti minyak, besi, tembaga, emas dan gas. Termasuk semua yang
tersimpan di perut bumi, dan semua bentuk energi, juga industri berat
yang menjadikan energi sebagai komponen utamanya.. Maka, negara harus
mengekplorasi dan mendistribusikannya kepada rakyat, baik dalam bentuk
barang maupun jasa.
* Kepemilikan negara, adalah semua
kekayaan yang diambil negara, seperti pajak dengan segala bentuknya,
serta perdagangan, industri dan pertanian yang diupayakan oleh negara,
di luar kepemilikan umum. Semuanya ini dibiayai oleh negara sesuai
dengan kepentingan negara.
* kepemilikan pribadi, yang
merupakan bentuk lain. Kepemilikan ini bisa dikelola oleh individu
sesuai dengan hukum syara’.
Menjadikan kepemilikan-kepemilikan
ini sebagai satu bentuk kepemilikan yang dikuasai oleh negara, atau
kelompok tertentu, sudah pasti akan menyebabkan krisis, bahkan
kegagalan.
Kapitalisme juga gagal, dan setelah sekian
waktu, kini sampai pada kehancuran. Itu karena Kapitalisme telah
menjadikan individu, perusahaan dan institusi berhak memiliki apa yang
menjadi milik umum, seperti minyak, gas, semua bentuk energi dan
industri senjata berat sampai radar. Sementara negara tetap berada di
luar pasar dari semua kepemilikan tersebut. Itu merupakan konsekuensi
dari ekonomi pasar bebas, privatisasi dan globalisasi.. Hasilnya adalah
goncangan secara beruntun dan kehancuran dengan cepat, dimulai dari
pasar modal menjalar ke sektor lain, dan dari institusi keuangan
menjalar ke yang lain..
BAB III
PENUTUP
3.1 KesimpulanBerdasarkan
pemaparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi kapitalis
ternyata tidak selamanya mampu menopang kekuatan negara-negara barat.
Dengan kegagalan kapitalisme membangun kesejahteran umat manusia di muka
bumi, maka isu kematian ekonomi kapitalis semakin meluas di kalangan
para cendikiawan dunia. Banyak pakar yang secara khusus menulis buku
tentang The Death of Economics tersebut, antara lain Paul Omerod, Umar
Ibrahim Vadillo, Critovan Buarque, dan sebagainya. Paul Omerod dalam
buku The Death of Economics (1994). Menuliskan bahwa ahli ekonomi
terjebak pada ideologi kapitalisme yang mekanistik yang ternyata tidak
memiliki kekuatan dalam membantu dan mengatasi resesi ekonomi yang
melanda dunia. Mekanisme pasar yang merupakan bentuk dari sistem yang
diterapkan kapitalis cenderung pada pemusatan kekayaan pada kelompok
orang tertentu.
Dari berbagai analisa para ekonom dapat
disimpulkan, bahwa teori ekonomi telah mati karena beberapa alasan.
Pertama, teori ekonomi Barat (kapitalisme) telah menimbulkan
ketidakadilan ekonomi yang sangat dalam, khususnya karena sistem moneter
yang hanya menguntungkan Barat melalui hegemoni mata uang kertas dan
sistem ribawi. Kedua, Teori ekonomi kapitalisme tidak mampu mengentaskan
masalah kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Ketiga, paradigmanya
tidak mengacu kepada kepentingan masyarakat secara menyeluruh, sehingga
ada dikotomi antara individu, masyarakat dan negara. Keempat, Teori
ekonominya tidak mampu menyelaraskan hubungana antara negara-negara di
dunia, terutama antara negara-negara maju dan negara berkembang. Kelima,
terlalaikannya pelestarian sumber daya alam.
3.2 SaranPertumbuhan
ekonomi memiliki kaitan yang erat dengan pembangunan politik yang
dijalankan oleh suatu negara. Kebijakan pembangunan membawa dampak pada
pertumbuhan ekonomi suatu negara, namun demikian pertumbuhan ekonomi
semata tidak dapat dijadikan ukuran keberhasilan sebuah pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi pada negara terbelakang dapat dijelaskan sebagai
suatu bentuk ketergantungan dengan negara maju. Wujud ketergantungan
tersebut kini dalam bentuk kesatuan ekonomi kapitalis dunia. Pembangunan
politik negara terbelakang memiliki peran dalam menentukan pertumbuhan
ekonomi.
Kapitalisme yang telah melanda seluruh dunia mau tidak
mau harus dilawan dengan mewujudkan sistem ekonomi yang mandiri. Sistem
ekonomi sosialis yang selama ini dianggap sebagai tandingan dari
kepitalisme ternyata menurut Wallerstein sama halnya dengan kapitalisme.
Negara dipandang sebagai sebuah badan usaha bersama yang menguasai alat
produksi dan melakukan eksploitasi. Sehingga dalam hal ini penulis
sekiranya dapat memberikan saran bahwa Kemandirian ekonomi harus menjadi
konsep pembangunan yang dianut negara terbelakang untuk melawan
kapitalisme.
DARI BERBAGAI SUMBER