Setiap orang
pasti memiliki target dalam pekerjaannya. Begitu juga para buruh yang
tentunya diberi beban kerja oleh pengusaha di pabrik. Namun, ternyata
tidak sedikit yang mendapatkan beban kerja berlebihan dari yang
seharusnya, sehingga, menimbulkan tekanan kejiwaan yang besar.
Faktanya, beban kerja yang terlalu banyak juga bisa menyebabkan depresi
berat. Depresi merupakan gangguan mental yang akan mempengaruhi
kehidupan seseorang. Masalah kesehatan mental ini bisa membuat orang
yang mengalaminya akan merasa sangat putus asa, bahkan bunuh diri.
Seringkali, depresi dapat menghancurkan keharmonisan rumah tangga
seseorang.
Contoh kasus dampak depresi yang pernah terjadi di
kalangan buruh adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang buruh
pabrik pipa PT Mitsuba, Cikarang, pada Januari 2014 lalu. Tragisnya, ia
membunuh anaknya sendiri dan mencoba membunuh istrinya. Tersangka
mengaku mengalami depresi, karena harus memenuhi target dalam pekerjaan.
Jika tidak terpenuhi, maka ia akan dipecat.
Cerminan depresi
yang lain adalah sering marah-marah, mencaci maki, berkata kotor dan
cenderung berpikir pendek sehingga melakukan fitnah. Pelampiasan
kemarahan biasanya diarahkan kepada mereka yang dianggap lebih lemah,
seperti anak-anaknya, bawahan dan orang lain yang dianggap tidak penting
bagi karirnya.
Ada empat hal penyebab utama depresi yang dialami oleh buruh pabrik, yakni:
1. Tekanan pekerjaan
Tekanan pekerjaan menjadi salah satu yang paling banyak menyebabkan
depresi, yang diawali dengan stres. Beban kerja yang terlalu banyak akan
mengakibatkan tekanan kejiwaan yang besar dalam menjalani pekerjaan.
Belum lagi kewajiban untuk memenuhi target dari perusahaan, yang
disertai ancaman pemecatan jika tidak terpenuhi..
Hal ini sudah
terbukti dalam penelitian yang dilakukan Jianli Wang, seorang profesor
dari University of Calgary di Alberta, Kanada, dengan meneliti 2.700
pekerja pria dan wanita. Hasilnya, sekitar 11 persen pekerja pria yang
bekerja fulltime (35-40 jam seminggu) dan mendapatkan tekanan kerja
lebih banyak ternyata lebih rentan mengalami depresi.
2. Sering lembur
Bekerja terlalu lama atau sering lembur juga dapat meningkatkan risiko
mengalami depresi. Salah satu penelitian di Inggris menemukan fakta
bahwa orang-orang yang bekerja rata-rata minimal 11 jam setiap harinya
memiliki peluang 2,5 kali lebih tinggi mengalami depresi, dibandingkan
dengan mereka yang bekerja sesuai jam kerja normal antara 7-8 jam per
hari.
Resiko depresi yang terjadi berhubungan dengan masalah
kurang tidur akibat sering lembur. Menurut Direktur Center for Circadian
Medicine, dr Matthew Edlund, jika seseorang tidak mendapatkan waktu
tidur yang cukup, maka otak tidak punya waktu untuk memperbaiki sel-sel
otak yang rusak, sehingga akan mengganggu kinerja otak yang menyebabkan
depresi.
3. Kemiskinan
Buruh yang sudah bekerja
habis-habisan dan lembur berjam-jam, namun menemukan penghasilannya
tidak cukup memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya sehari-hari. Sebuah
studi yang dipublikasikan oleh Gallup-Healthways Well-Being Index (2012)
menyebutkan mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan berpotensi
mengalami depresi dua kali lebih tinggi ketimbang yang hidup
berkecukupan.
4. Kesepian
Banyak buruh pergi bekerja di
pabrik dari pagi hari saat matahari belum muncul dan pulang saat malam
hari karena harus lembur. “Pergi gelap, pulang gelap”, demikian ungkapan
buruh dalam menggambarkan kerja lembur. Buruh sebenarnya adalah makhluk
yang kesepian. “Depresi adalah penyakit kesepian,” demikian kata Andrew
Solomon, penulis Guardian.
Situasi kerja dengan waktu yang
berkepanjangan membuat buruh tidak memiliki kesempatan mengembangkan
pergaulan, silaturahmi dan mendapatkan afeksi untuk meringankan
penderitaan hidup. Tidak heran jika banyak buruh yang terlibat di media
sosial, terutama Facebook, untuk mengurangi kesepian.
Namun,
menurut penelitian psikolog dari Universitas Michigan, AS, Ethan Cross,
semakin banyak orang menggunakan Facebook sebetulnya mereka semakin
kesepian. Tentu saja, hal ini berlaku bagi mereka yang menggunakan
Facebook untuk menjalin hubungan antarpribadi, bukan bisnis dan lembaga.
Hal ini membenarkan penelitian sebelumnya pada tahun 1998 yang
dilakukan oleh Robert Kraut dari Universitas Carnigie Mellon, AS.
Menurut Kraut, orang yang menggunakan internet dan terhubung secara
online untuk pertama kalinya akan merasakan kebahagiaan dan
keterhubungan selama dua tahun pertama. Setelahnya, perasaan ini terus
menurun menjadi semakin kesepian dan bahkan kemarahan.
by
ADMIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar